Selasa, 01 Mei 2012

Resuffle Kabinet


"Imel, kamu dipanggil 'Ibu' sekarang," ucap 'bos' ku datar. "Kenapa Pak?" "Tidak tahu,"jawabnya datar juga, padahal biasanya beliau suka melucu. Aku melangkah ke ruangan Ibu dengan harap-harap cemas. Aku pikir aku hanya disuruh membuat surat atau mereview fax yang malam sebelumnya aku kirim ke Kementerian Pariwisata & Kesenian  berkenaan dengan terpilihnya Menteri Pariwisata yang baru, Bapak I Gede Ardika, era pemerintahan Gus Dur 1999-2001. Setelah mengetuk pintu dan mengucapkan selamat pagi, aku duduk di depan Ibu. Perasaanku memang sudah tidak enak, karena perintah 'bos'ku yang tidak biasa.

"Kamu tahu kenapa saya panggil kamu?" "Tidak, Bu,"jawabku pelan. "Kamu sudah mempermalukan saya ya. Mau ditaruh dimana muka saya dengan ucapan selamat seperti ini!!!"sambil memperlihatkan kertas hasil fax-an ku semalam. "Kamu tahu tidak, kesalahan kamu dimana?" "Tidak, Bu!" Akhirnya Ibu menyuruh aku membaca lagi. Aku merasa tidak ada yang salah dengan isi ucapan selamat kepada Bapak Menteri tersebut, tapi ternyata, ada satu kata yang seharusnya ditulis "that", dalam ketikan itu tertulis "which". 

Yang aku ingat waktu itu, aku mau pulang dari kantorku di Stuppa Indonesia, Jogjakarta. (*Saat itu aku belum lulus kuliah, dan atas kebaikan temanku, aku bisa bekerja di sana) Tapi tiba-tiba 'Ibu' menelpon dari rumahnya, aku jangan pulang dulu, karena menunggu pengumuman menteri yang baru. Aku disuruh menuliskan ucapan selamat kepada menteri pariwisata yang baru (I Gede Ardika), untuk di fax sore itu juga. Saat itu 'Ibu' yang membuatkan isi suratnya via telpon. Aku bahkan disuruh mengulangi membacakan isi surat itu 2 kali. Memang Ibu tidak mau ada kesalahan satu katapun, beliau wanti-wanti lagi ke aku, "Sebelum kamu print, kamu telpon saya lagi, ya." Aku pun sudah melakukannya dan semua sudah benar.

"Sekarang kalau sudah begini, mau bagaimana?"Kamu bisa bilang permohonan maaf atas kesalahan fax kemarin ke Menteri?" Kamu harus tahu, ini penting buat saya! Malu saya, maluu..,"kata Ibu meneruskan amarahnya. Aku sudah tidak bisa bicara lagi. Aku merasa saat itu sudah mengetik dan mengkonfirmasi isi fax itu kepada beliau. Jika ada satu kata yang salah, aku tidak mengerti bagaimana itu bisa terjadi. Satu kata saja.. dan aku menangis pulang ke rumahku di Jogja saat itu. 

Akhirnya, satu minggu kemudian, aku keluar dari kantor Ibu. Aku memang harus menyelesaikan skripsiku. Tetapi pengalaman singkat bekerja di bidang pariwisata sebenarnya sangat berkesan buatku. Gaji pertamaku waktu itu Rp 350,000. Aku bangga sekali waktu itu, aku ingat memberikan gaji itu ke mamaku. 

Beberapa tahun kemudian, sekitar tahun 2003-2004, aku bekerja di majalah lingkungan hidup, Ozon. Saat itu aku mendapat undangan dari kementerian pariwisata untuk meliput acara seminar. Aku kaget sekali karena bisa bertemu lagi dengan 'Ibu' yang saat itu menjadi salah satu pembicara di seminar tersebut. Aku menghampiri beliau untuk mengucapkan salam, walau dalam hati aku deg-degan juga. Ternyata beliau masih ingat aku. Dan sempat menanyakan kabarku. Akupun membuat janji dengan beliau untuk wawancara jarak jauh, karena beliau di Jogja, aku di Jakarta. Senangnya, aku masih sempat membuat foto bersama beliau.

Foto dengan Ibu Wiendu sesudah seminar

Dua hari yang lalu saat SBY sedang menggodok kabinetnya, aku membaca di running text metro tv sebuah nama yang aku kenal. Wiendu Nuryanti sebagai wakil menteri pendidikan dan kebudayaan. Aku tunggu lagi tulisan itu muncul, dan benar saja nama Ibu ada disitu. Walaupun saat ini beliau mungkin sudah melupakan aku (atau mungkin justru sangat mengingat aku, karena kesalahan fatalku saat bekerja dengannya), aku bangga juga beliau bisa menjadi wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Aku kagum sekali dengan dedikasinya pada kebudayaan Indonesia dan Pariwisata khususnya.

Jika aku tidak pernah berbuat kesalahan, mungkin Ibu Wiendu tidak banyak memberi kesan batin padaku, selain beliau pemilik perusahaan dimana aku bekerja, tokoh pariwisata & kebudayaan, wanita pekerja keras, perfeksionis. Setiap orang yang datang dalam kehidupan kita, walau hanya sekilas, ada pelajaran yang bisa kita maknai. "Zero mistake" itu yang aku dapat dari Ibu. Berat memang, tidak boleh salah sedikitpun, tapi memang ada istilah itu dan menjadi idealisme beberapa orang. Selamat buat Ibu. Selamat berkarya. Doaku selalu.
*18 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar