Selasa, 01 Mei 2012

Aku, Ibu Rumah Tangga




Teman-temanku para Ibu Bekerja yang super & baik hati,
(sedikit terkontaminasi salamnya Mario Teguh…)
Biasanya, menjelang lebaran begini, status fesbuk teman-temanku yang memiliki pekerjaan hebat di luar rumah, mulai diisi dengan kalimat-kalimat seperti ini: “Siap tempur menjadi pembantu & baby sitter”, “Wah pembantu mudik, aku mudik juga akh ke rumah orangtua…”. Tahun lalu saja aku hitung lebih dari 10 perempuan-perempuan cantik berkarir luar biasa itu, sepanjang 1-2 minggu statusnya cuma keluhan menjadi “Si INEM” atau “Si UPIK ABU” …

Ini berkaitan. Tiga minggu yang lalu, aku berkunjung ke rumah orangtua ku di Kampung Sawah. Seperti biasa, setiap ke sana, aku mengajak Arvind berdoa di depan patung Bunda Maria di belakang gereja (karena dari doa Novena di sanalah, aku mendapatkan Arvind, anak pertamaku). Di depan sekretariat Paroki, aku kaget bertemu dengan teman kuliahku di Sanata Dharma. “Loh..kok ada di sini? Kerja disini ya? Anak Sanata Dharma kan?” Lalu dia menjawab,”Ya..ya..ya..aku ingat kamu kok, anak bahasa Inggris kan? Loh, kamu kok bisa di sini? Dia langsung bertanya, “Sekarang kerja dimana?”   Aku jawab,”Sekarang di rumah urus anak.”

Yang aku kaget adalah respon temanku itu,”Aduhhh…sayang banget ya, kenapa ngga kerja???Kan banyak pekerjaan buat jadi guru atau apa…Sayang banget lohh, padahal lulusan PBI kan gampang cari kerja…”   Hhmm, aku bilang, aku jadi guru anak-anakku dulu..hehehe…(walau dalam hati gelisah juga dengan respon temanku itu). Lalu aku ganti bertanya,” Kamu kerja disini? Lalu dia bilang,”Iya, aku sudah setahun di sini..,tapi sebentar lagi mau pindah ke Kota Baru di Jogja.” Tiba-tiba ada seorang Bapak lewat dan berkata,” Romo, bisa bicara sebentar?”   Loh..aku yang jadi kaget..”Loh, kamu jadi Romo di sini??” – tanpa sadar, aku masih pake kata “kamu”….. -  Kok bisa??
Oalahhh..ternyata temanku yang menyayangkan kenapa aku tidak bekerja itu, sudah jadi Romo/Pastor.

Dari dua situasi itu, aku ingin menulis ini.

Menjadi Ibu Rumah Tangga, adalah pilihan hidupku, sama seperti pilihan kalian bekerja di luar rumah, walau telah memiliki anak. Mungkin pengaruh petuah Mamaku dulu yang pernah berkata,”Kalo lu punya anak, kalo bisa lu yang didik anak lu sendiri, bukan pembantu/baby sitter. Kalo bisa sampai dia SD. Kecuali ”laki lu” istilah mamaku untuk menyebut “suami”, kagak kerja, baru lu kerja. Karena dasar didikan itu yang penting, setelah anak lu SMP, lu udah ngga bisa lagi membentuk karakternya..” Begitu mamaku bilang.

Pasti ini masalah dilematis bagi setiap Ibu di seluruh dunia. Di satu sisi, sudah sekolah sampai Sarjana, masa ilmunya tidak dipakai buat cari uang, di sisi lain, ketika sudah memiliki anak, gelisah ketika anak harus diasuh oleh baby sitter/pembantu.

Sama denganku. Setelah memiliki anak, kita mulai dihadapkan pada kenyataan bahwa ternyata banyak keinginan & kebutuhan yang mulai muncul. Semuanya serba untuk anak. Aku bahkan sudah hampir kehilangan selera ke salon, beli baju yang modis, apalagi beli maskara hehehe (kosmetikku cuma bedak & lipstik-lipstik saja jarang sekali kupakai). Kalau aku bekerja, pasti bisa lebih enak hidup kami, pikirku.

Ketika anak bertambah besar, makin dihadapkan harus nabung untuk biaya pendidikan, pengen sekolah yang bagus (tapi mahal), pengen kursus in anak ini-itu supaya dia banyak kebisaan, pengen beliin mainan anak yang edukatif (juga ngga murah), pengen beliin buku-buku anak yang dari luar negeri, yang kebanyakan hard cover itu (tahu sendiri yang suka ke Toko Buku harganya).  Aku memang tidak fokus membelikan anakku pakaian/baju,  aku lebih pusing memikirkan pendidikan dia.

Tapi yang lebih mendukung aku adalah suamiku, yang memilihkan aku pilihan (dan mendukung pilihanku juga) untuk tidak meninggalkan anakku pada baby sitter/pembantu. Bukan berarti suamiku kaya raya, sehingga aku “enak-enakan” di rumah (istilah yang sering dipakai beberapa teman lama yang tidak bertemu denganku ketika tahu aku tidak bekerja “Wah, enak ya, nggak kerja …” ^_^ ) . (dalam hati aku bilang, Oohh kalian pikir kalo di rumah itu ngga kerja ya hehehehe…

Tapi mensyukuri pendapatan suami kita dan berterima kasih karena masih bisa makan 3 kali sehari, masih bisa berpakaian, jalan-jalan sesekali, memiliki rumah sendiri, bisa menyekolahkan anak, adalah KEKAYAAN, buatku.

Eits, siapa bilang “enak-enakan”….

Hhhmm, buktinya ketika para perempuan berkarir itu dihadapkan pada pekerjaan rumah (yang seharusnya memang pekerjaannya, karena itu rumahnya), kebanyakan dari kita sudah mengeluh. (termasuk aku tentunya).

Dan ketika kita dihadapkan pada pekerjaan merawat anak (yang seharusnya memang kita yang rawat, karena dia anak kita), kita mulai mengeluh lagi. (termasuk aku tentunya)

Kita memang mencintai anak kita, tapi ketika dia sudah mulai mengeluarkan seluruh mainannya, menumpahkan makanan di lantai, merengek minta ini itu, aku yakin....”itu tidak enak”.  Jika semua jenis pekerjaan rumah itu di-run down disini, ditambah mengasuh anak, jika kita tidak IKHLASbelieve me,TIDAK ADA YANG ‘ENAK-ENAKAN’ DI RUMAH.
Satu lagi, aku sering bertanya dalam hati (sering juga ngobrol dengan suamiku), “ Bukankah pekerjaan pembantu atau baby sitter itu sangat mulia?? Kenapa sekarang banyak perempuan yang bekerja di luar sana sering berkata ,”Wah, gue mulai jadi si Inem…ketika pembantunya mudik?? Menurutku pernyataan itu, (walau sebenarnya kamu tahu betapa besar jasa Inem membantu kamu) ada konotasi “merendahkan” disana  (walau maksudmu pasti, sebenarnya tidak..).  

Pertanyaannya,”Sebenarnya itu pekerjaan siapa sih??Bukankah itu anakmu sendiri?rumahmu atau rumah kontrakanmu sendiri? Yang memang seharusnya kamu yang melakukannya. Apa dengan membayar  upah Rp 300,000-Rp 600,000 untuk jasa mereka, kamu sudah menurunkan derajatmu sebagai seorang perempuan karir ketika menggantikan tugas Si Inem (yang sehakikinya adalah tugasmu sebagai Ibu???)

Hehehe…Maaf ya..biasalah..pembelaan diri itu seringnya malah kelihatan jadi menghakimi. Aku tidak bermaksud menghakimi kalian. Aku tidak lebih baik dari kalian, cuma alangkah indahnya membaca status-status di fesbuk dari hati perempuan-perempuan yang hepi ketika dia mandi keringat mencuci, mengepel, ketimbang mengeluh pada banyak orang bahwa kamu si Upik Abu

 Aku yakin, kalian adalah PEREMPUAN-PEREMPUAN LUAR BIASA. Bisa menopang kehidupan keluarga, kalian adalah perempuan-perempuan modern yang tidak mau terkungkung di rumah saja, bisa mengaktualisasi diri, bisa mencukupi kebutuhan kalian sendiri & keluarga, bisa mencerdaskan bangsa dengan menjadi guru, merawat bangsa dengan menjadi dokter, perawat, bahkan ada yang harus jadi tulang punggung keluarga, yang membuatmu WAJIB BEKERJA, karena kalau tidak, anak-anakmu tidak bisa minum susu.

Tetaplah, temanku, IKHLASlah dalam pekerjaan kantormu, hormatilah pembantu & baby sitter mu, dan tersenyumlah pada para ibu rumah tangga yang bahagia menjalankan pilihan hidupnya. Siapapun kita, aku yakin, tidak ada yang enak-enakan di kantor atau di rumah.

Kita, PEREMPUAN, punya 1000 tangan untuk kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar